Laman

Wednesday, February 2, 2011

Efektifitas Kebugaran Fisik di Daerah Pegunungan dengan Dataran Rendah terhadap Cardiovasculer

Oleh Nuzuli
Abstrak : Kebugaran fisik merupakan kapasitas umum untuk berusaha beradaptasi terhadap respon kerja fisik. derajat kebugaran fisik sangat bergantung pada tingkat kesehatan individu sebelum dan sesudah melakukan aktivitas fisik. Tubuh manusia memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang luas. Manusia dapat hidup pada cuaca temperatur dingin, panas dan ketinggia. Maksud dan tujuan daripada penelitian ini adalah untuk mengkaji efektivitas pengaruh kebugaran fisik pada daerah pegunungan dan dataran rendah terhadap cardiovascular. Peneliti mengkaji pengaruh perlakuan Senam Kesegaran Jasmani (SKJ 88) yang dilakukan oleh siswa dataran tinggi dan dataran rendah. Sampel dari penelitian ini adalah siswa SMU  Negeri 1 Banda Aceh dan SMU Negeri 1 Takengon berjumlah 50 orang. Selanjutnya dibagi menjadi dua kelompok dengan sistem metching pairing sebanyak 25 sampel terdiri dari masing-masing kelompok. Data dari penelitian ini terdiri dari hasil penelitian freetest dan postes, selanjutnya data tersebut dianalisa dengan menggunakan teknik statistik dengan uji “t”. Hasil Pengolahan data menunjukkan pengaruh latihan sebelumnya kedua kelompok terdapat perbedaan yang signifikan. Sedangkan hasil uji “t” efektivitas sebelum dan sesudah latihan terdapat peningkatan pada kedua kelompok. Namun, terjadi perbedaan dimana kelompok I lebih baik peningkatannya dibandingkan kelompok II. Perbandingan pengaruh cardiovascular dataran tinggi lebih baik peningkatannya dibandingkan dengan dataran rendah.
Pendahuluan
Perkembangan olahraga di Indonesia dewasa ini tanpak semakin nyata perkembangannya. Selangkah demi selangkah menuju ke arah yang lebih maju, baik di daerah kota maupun pedesaan. Perkembangan ini membuktikan hasil nyata dari program pemerintah dalam memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat. Amanat ketetapan MPR No. II/MPR/1983 menyatakan “ pendidikan jasmani dan olahraga semakin ditingkatkan sebagai cara pembinaan kesehatan jasmani dan rohani bagi setiap anggota masyarakat. Untuk itu perlu ditingkatkan usaha-usaha pembinaan dan peningkatan prestasi dalam berbagai cabang”.
Uraian di atas menjelaskan bahwa tujuan pemerintah menggalakkan olahraga adalah untuk pembinaan kebugaran fisik dan kebugaran rohani bagi setiap anggota masyarakat, melalui upaya “ memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyakat”. Upaya ini dilakukan karena pada masa era globalisasi, automatisasi dan transportasi membawa dampak yang negatif terhadap kebugaran fisik para anggota masyarakat. Diakibatkan karena dampak tersebut dapat memberikan kurangnya aktivitas gerak manusia (hipokinesis), dengan demikian kebugaran jasmani dan kemampuan fisik manusia semakin lemah.
Pada dasarnya senam kesegaran jasmani merupakan salah satu bentuk cabang olahraga yang murah, meriah, massal dan menarik. Manfaat dari rangkaian gerakan senam kesegaran jasmani tersebut dapat memberikan nilai tambahan untuk kesehatan baik pria maupun wanita serta segala usia. Gerakan senam kesegaran jasmani ini harus dilakukan dengan dosis atau takaran intensitas latihan yang cukup, dapat meningkatkan jumlah denyut nadi atau memberikan peningkatan terhadap cardiovascular endurance.
Husni (1990) menjelaskan bahwa senam adalah latihan tubuh yang diciptakan dengan sengaja, sistematis dan dilakukan secara benar dengan tujuan untuk mengembangkan dan membentuk pribadi secara harmonis. Olahraga senam memacu jasmani pada gerakan yang dikerjakan dengan kombinasi terpadu dari setiap bagian anggota tubuh dengan kemampuan motorik seperti kekuatan, kecepatan, keseimbangan. kelentukan, agilitas dan ketepatan. Senam kesegaran jasmani dapat diartikan sebagai dasar pembentukan dan perkembangan fisik, mental dan sosial. Menurut Sumosardjuno (1989) senam kesegaran jasmani dapat meningkatkan : 1) ketahanan jantung dan peredaran darah; 2) kekuatan ; 3) ketahanan otot; dan 4) kelentukan.
Melalui senam kesegaran jasmani dapat diperoleh tambahan kebugaran fisik seperti cardiovascular respiratory endurance. Untuk mengukur cardio respiratory endurance digunakan denyut nadi maksimal (DNM = 220–umur). Jumlah denyut nadi yang harus dicapai untuk olahraga kesehatan adalah 72% - 87% dari denyut nadi maksimal, serta 80%-90% DNM dari denyut nadi maksimal untuk olahraga prestasi.
Sebagaimana diketahui bahwa latihan olahraga di pegunungan pada ketinggian antara 900-2600 meter dengan suhu udara antara 14 – 240C, khususnya keadaan alam pegunungan Takengon dan daerah dataran rendah Kota Banda Aceh berada pada ketinggian 0,80 meter dengan suhu udaranya berkisar antara 22-320C. Kemampuan fisik pada daerah pegunungan (performance at altitute) memberi dampak terhadap tubuh, Fox (1986) mengungkapkan physiology of altitute above sea level, the barometric pressure (PB) dereases as the weight of the atmosphere becomes less, the percentage oxygen in the air remain 20,93 but the number of oxygen molecules per unit volume decreases. This mean that, when at altitute, in order foreceive the number of molecules in a breath of air that we receive at sea level, we must breath more air. Among important physiologycal changer that take place during to altitute :Increases pulmonary ventilation, increases number of red blood and hemoglobin concentration, emilination of bycarbonate (HCO3) tissue level change.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pengaruh latihan kebugaran fisik daerah pegunungan dengan daerah dataran rendah terhadap cardiovascular endurance (Effects – cardiovascular endurance at altitute and lower).
Unsur-unsur Kebugaran Fisik
Pengertian kebugaran fisik menurut Moeloek (1985) yang meninjau kebugaran fisik dari segi faal, yaitu : “kebugaran fisik adalah kesanggupan atau kemampuan tubuh melakukan penyesuaian (adaptasi) terhadap pembebanan fisik yang diberikan kepadanya“. Sedangkan pengertian kebugaran fisik yang dikemukakan oleh Sumosardjono (1984) mengatakan bahwa : “kebugaran fisik adalah kemampuan seseorang untuk memenuhi tugasnya sehari-hari dengan gampang dengan tanpa merasa lelah yang berlebihan, dan masih mempunyai sisa atau cadangan tenaga untuk menikmati waktu senggangnya dan untuk keperluan-keperluan mendadak“.
Kebugaran fisik yang baik tidak dapat ditingkatkan tanpa memberikan pertimbangan terhadap kesegaran emosi atau mental dan spiritual. Dengan demikian dapat dikatakan seseorang tidak dapat mencapai kebugaran menyeluruh tanpa didasari oleh keadaan kebugaran fisik yang baik.Kebugaran fisik merupakan suatu aspek fisik dari kesegaran menyeluruh yang memberi kesanggupan kepada seseorang dalam menjalankan hidup yang produktif dan dapat menyesuaikan diri terhadap pembebanan fisik yang layak.
Kesegaran fisik ditentukan oleh beberapa unsur, karena unsur tersebut saling berhubungan satu dengan lainnya. Menurut Moeloek (1985) sebagai berikut : ada sepuluh unsur kebugaran jasmani yang dititikberatkan pada faal kerja, yaitu : 1) daya tahan; 2) kekuatan daya tahan otot; 3) daya tahan jantung, peredaran darah dan pernafasan; 4) daya otot; 5) kelentukan; 6) kecepatan; 7) kelincahan mengubah arah; 8) koordinasi; 9) keseimbangan; 10) ketepatan.
Unsur-unsur kebugaran fisik di atas, tidak berarti bahwa semua orang dapat mengembangkan secara keseluruhan. Setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Bagaimanapun juga faktor dari dalam dan faktor dari luar selalu mempunyai pengaruh. Selain itu faktor kelaminpun menentukan juga. Tidak mengherankan bahwa unsur-unsur tersebut sangat berbeda perkembangannya pada tiap-tiap individu.
Menurut Sumorsardjuno (1989): “kebugaran fisik mampunyai 4 unsur yaitu : 1) ketahanan jantung dan peredaran darah (cardiovasculer endurance); 2) kekuatan (strength); 3) ketahanan otot (musculer endurance) dan ; 4) kelentukan (flexibility)“. Empat komponen tersebut sangat diutamakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini juga dikenukakan oleh Moeloek (1985) bahwa unsur-unsur kebugaran fisik terdiri dari 9 komponen, yaitu : 1) daya tahan (endurance); 2) kekuatan otot (musculer strenght); 3) tenaga ledak otot (musculer eksplosif power); 4) kecepatan (speed); 5) ketangkasan (agility); 6) kelentukan (flexibility); 7) keseimbangan (balance); 8) kecepatan reaksi (reaction time) dan 9) koordinasi (coordination). 
Pengaruh Latihan Olahraga Terhadap Tubuh
Pada hakekatnya organisme hidup berusaha selalu untuk mempertahankan keadaan hemeostatis. Jadi tubuh dengan sangat rapi dapat mengatur suhu, derajat kesamaan, kadar oksigen, glukose, natrium, kalium, chlorida dan sifat-sifat lain pada cairan tubuh (endokrin).
Aktivitas otot atau latihan olahraga yang berlangsung lama dan teratur, akhirnya akan menghasilkan penyesuaian biologis, fisiologis, biokimia dan sebagainya. Efek fisiologis dari latihan olahraga yang teratur dan kontinu meliputi bagian-bagian : 1) adaptasi sistem neuromuscular; 2) adaptasi sistem cardiovascular; 3) adaptasi sistem respiratory (respirasi); 4) adaptasi proses metabolic (metabolisme); 5) adaptasi sel-sel; dan lain-lain.
Ryan (1974) mengatakan bahwa aktivitas otot (sistem neuromuscular) memiliki maksud dan tujuan untuk menggerakkan tubuh dari satu tempat ke tempat yang lain. Sering juga dikatakan otot adalah alat gerak aktif. Sistem neuromuscular sangat dibutuhkan untuk membantu penyesuaian tubuh (body adapt) untuk melawan pengaruh kekuatan luar, tanpa otot dan tulang seseorang tidak mampu untuk duduk atau berdiri. Adaptasi otot terjadi sebagai overloading. Hipertropi otot biasanya diikuti oleh makin banyak kapiler yang aktif dalam otot. Biasanya latihan kekuatan dapat menyebabkan hipertropi otot.
Cardiorespiratory adaptasi, kemampuan tubuh untuk meningkatkan energi yang dibutuhkan, sangat tergantung pada tubuh untuk mengambil oksigen dalam kualitas yang sangat banyak untuk keperluan sel otot (Ryan 1974). Ini dapat kita peroleh melalui peningkatan pernapasan dan meningkatnya oksigen yang berasal dari udara dan masuk ke dalam darah, meningkatnya jumlah hemoglobin yang menentukan transport oxygen, peningkatan aliran darah. Kebugaran fisik sangat bergantung pada tubuh manusia. Kebugaran fisik dapat dikatakan sebagai adaptasi khusus berkenaan dengan peningkatan/ pengembangan dan pemeliharaan oxygen, cadiac out put, paru-paru dan peningkatan kekuatan-kekuatan otot.
Pengaruh Dataran Tinggi dan Rendah Terhadap Kebugaran Fisik
Banyak faktor yang menentukan kebugaran fisik, sebagaimana yang dijelaskan terdahulu. Disamping itu pengaruh lingkungan dengan segala aspeknya juga menentukan, atlet dan bukan atlet dalam mempersiapkan fisik menuju pertandingan (kompetisi) pada indoor, outdoors, dataran, air hingga ketinggian (altitude). Persiapan dan kondisi lingkungan (enviroment) juga sangat mempengaruhi penampilan dan kemampuan seseorang. Baik atlet maupun bukan atlet. Adaptasi dan aklimatisasi lingkungan untuk mencapai kemampuan puncak adalah penting.
Adapun beberapa permasalahan penting tentang panas, dingin, hypoxia, kualitas udara, gravitasi, ruangan khusus, infraksi antara penekanan lingkungan dan physiologi atlet dan nonatlet.
Dataran tinggi Takengon Kabupaten Aceh Tengah, merupakan salah satu Kabupaten dari 10 Kabupaten/Kota Propinsi Nanggroe Aceh Darus-salam. Kabupaten ini memiliki situasi lingkungan, ketinggian yang memiliki suhu yang rendah dibandingkan dengan daerah TK II lainnya. Dataran tinggi (high land) Takengon berkisar antara 900-2600 meter, dengan suhu udara 14- 240C.
Ryan (1974) mengungkapkan bahwa hubungan antara ketinggian dan kemampuan fisik/performance capacity adalah memberi pengaruh yang besar terhadap respon faal tubuh. Metabolisme otot skelet manusia selama latihan akan berubah pada ketinggian, dingin dan panas. Ada tiga aspek umum terjadi apabila tidak ada aklimatisasi individual. Individu, exhibit muscle glycogen breakdown, glycolitic, dan lactate accumulation. Maximal oxygen intake menurun dengan meningkatnya ketinggian dari permukaan laut, lebih kurang 3% per 305 meter (1000 feet).
Penurunan tekanan barometer dengan bertambahnya ketinggian, sehingga akibat penurunan tekanan oksigen parsial di udara maka terjadi akut hypoxia stimulasi ventilasi selama latihan dan istirahat. Bagaimanapun kapasitas kerja dan daya tahan pada mulanya menurun, setelah berada dan aklimatisasi pada ketinggian, peningkatan toleran meningkat. Menurut Buskirk yang dikutip oleh Pandolf (1990) setelah 4 –5 minggu berada dan tinggal di atas 4000 meter, atlet atau individu dari dataran rendah mampu berkompetisi dengan atlet yang tinggal di dataran tinggi sejak lahir.
Metode
Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimen lapangan. Rancangan penelitian yang digunakan adalah : static group pretest posttest randomized design. Yang menjadi naracoba adalah siswa putra SMU Negeri 1 Takengon (sebagai kelompok I) dan siswa putra SMU Negeri 1 Banda Aceh (sebagai Kelompok II). Jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak 160 orang siswa kelas 1, selanjutnya populasi tersebut diukur berat dan tinggi badannya. Berat badan dan tinggi badan dijadikan kriteria penentuan : BB (40, 45, 50) Kg. TB : (145, 150, 155) Cm. Pengambilan sampel dilakukan secara acak agar peluang yang sama dapat diberikan sebagai naracoba, dengan cara metching pairing.
Setelah terpilih naracoba yang dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing kelompok berjumlah 25 orang siswa, selanjutnya dilakukan pengukuran awal (pretest) cardio vascular (khususnya denyut nadi/pulse rate). Kemudian masing-masing kelompok diberi perlakuan latihan senam kesegaran jasmani selama 4 bulan. Setelah itu dilakukan pengukuran akhir (posttest) tentang cardiovascular yaitu dengan instrumen harvard step test.

Hasil Penelitian
Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kebugaran fisik siswa yang diberi latihan di daerah pegunungan dengan dataran rendah. Hal ini disebabkan karena hubungan antara ketinggian dan kemampuan fisik/performance capacity adalah memberi pengaruh yang besar terhadap respon faal tubuh. Metabolisme otot skelet manusia selama latihan akan berubah pada ketinggian, dingin dan panas. Ada tiga aspek umum terjadi apabila tidak ada aklimatisasi individual. Individu, exhibit muscle glycogen breakdown, glycolitic, dan lactate accu-mulation. Maximal oxygen intake menurun dengan meningkatnya ketinggian dari permukaan laut, lebih kurang 3% per 305 meter (Ryan, 1974).
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam rangka membina fisik atlet idealnya suatu program latihan diterapkan dengan memperhatikan lingkungan dimana atlet tersebut dibina. Pemilihan daerah pegunungan akan memberikan hasil yang lebih optimal dibandingkan daerah dataran rendah. Disamping itu, prinsip-prinsip latihan juga tidak boleh diabaikan. 
Kepustakaan           
Barryl, Johnson. 1986. Practical measurement for Evaluation in Physical Education, Publishing Company : New York
David, Lamb 1978. Physiology of Exercise, Macmillan Publishing Company : New York
Direktorat Keolahragaan. 1987. Petunjuk Pelaksanaan Senam Kesegaran Jasmani 88 Seri I dan II, Kantor Menteri Pemuda dan Olahraga : Jakarta.
Fox, E.L. 1986. The Physiologycal Basis of Physical Education and Athletics, Soulder College Publishing : New York.
Husni, Agusta. 1990. Buku Pintar Olahraga, CV. Mawar : Jakarta.
Moeloek, Dangsina 1985. Dasar-dasar Fisiologi Kesegaran Jasmani dan Latihan Fisik. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta
Sajoto, M. 1988. Peningkatan  dan  Pembinaan  Kondisi  Fisik dalam  Olahraga.  Edisi  Revisi.  Dahara   Prize   : Semarang
Sumosardjuno, Sadoso 1984. Pengetahuan Praktis Kesehatan dalam Olah-raga, PT. Gramedia  : Jakarta
Sumosardjuno, Sadoso. 1989. Pengetahuan Praktis dalam Olahraga, PT. Gramedia : Jakarta
Pandolf, K.B. et al. 1990. Exercise and Sport Sciences Reviews, Williams and Bartimore : New York
Ryan, A.J. et al. 1974. Sport Medicine. Academic Press : San Fransisco

No comments:

Post a Comment